MACAM- MACAM PELANGGARAN HAM
DIINDONESIA
Yang termasuk dalam
kategori pelanggaran HAM adalah suatu kegiatan, peristiwa, maupun aktivitas
yang terjadi atas seorang manusia dengan perlakuan yang tidak pantas atau
memperlakukan manusia layaknya bukan sebagai manusia. Contoh kasus pelanggaran
hukum HAM antara lain:
·
Penyiksaan terhadap
manusia,
·
Perbudakan,
·
Jual beli /
perdagangan manusia,
·
Kejahatan perang,
·
Penembakan,
·
Pembantaian terhadap
manusia,
·
Tindakan asusila
terhadap anak-anak dan wanita,
·
Kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT),
·
Terorisme,
·
dan sebagainya.
Di Indonesia sendiri sudah banyak contoh kasus
pelanggaran HAM yang sudah terjadi. Mulai dari kasus Gerakan 30 September PKI
(G30S PKI), kasus Maluku Berdarah, kasus perang antar suku di Sambas, hingga
kasus kekerasan dan penghinaan lewat pesan SMS terhadap Meriam Belina oleh
Hotman Paris baru-baru ini juga dituding sebagai contoh kasus pelanggaran HAM.
HAK ASASI MANUSIA
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang berhak
untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
|
Pasal 28B
(1)
|
Setiap orang berhak
membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
|
yang sah.
|
|
(2)
|
Setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
|
Pasal 28C
(1)
|
Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan
dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. |
(2)
|
Setiap orang berhak
untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
|
Pasal 28D
(1)
|
Setiap orang berhak
atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum.
|
(2)
|
Setiap orang berhak
untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam
hubungan kerja.
|
(3)
|
Setiap warga negara
berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
|
(4)
|
Setiap orang berhak
atas status kewarganegaraan.
|
Pasal 28E
(1)
|
Setiap orang bebas
memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan
dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah
negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. |
(2)
|
Setiap orang atas
kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai
dengan hati
nuraninya.
|
(3)
|
Setiap orang berhak
atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
|
Pasal 28F
Setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. |
Pasal 28G
(1)
|
Setiap orang berhak
atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
harta benda yang
dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. |
(2)
|
Setiap orang berhak
untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat
|
(1)
|
martabat manusia
dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
|
Pasal 28H
(1)
|
Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan
lingkungan hidup
baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
|
(2)
|
Setiap orang
mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan
dan manfaat yang
sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
|
(3)
|
Setiap orang berhak
atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat.
|
(4)
|
Setiap orang berhak
mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil
alih secara
sewenang-wenang oleh siapa pun.
|
Pasal 28I
(1)
|
Hak untuk hidup,
hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. |
(2)
|
Setiap orang berhak
bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun
dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
|
(3)
|
Identitas budaya
dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
zaman dan
peradaban.
|
(4)
|
Perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung
jawab negara,
terutama pemerintah.
|
(5)
|
Untuk menegakan dan
melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum
yang demokratis,
maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam
peraturan perundangan-undangan. |
Pasal 28J
(1)
|
Setiap orang wajib
menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
|
(2)
|
Dalam menjalankan
hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan
dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
BERBAGAI DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA
a. Periode
Berlakunya Demokrasi Liberal (1945-1959)
Pada masa ini, awal
mulanya diterapkan demokrasi dengan sistem kabinet presidensial yaitu
para menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada
presiden, sehingga yang berhak memberhentikannya adalah presiden. Namun
setelah dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X yang menyatakan BP
KNIP menjadi sebuah lembaga yang berwenang sebagaimana lembaga negara, kemudian
diperkuat dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3
Nopember 1945 yang
menyatakan diperbolehkannya pembentukan multipartai, serta Maklumat
Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang menegaskan tanggung jawab
adalah dalam tangan menteri. Lahirlah sistem pemerintahan parlementer
yang pada prinsipnya menegaskan pertanggung jawaban menteri-menteri
kepada parlemen. Pemberlakuan UUDS 1950 menegaskan berlakunya sistem
parlementer dengan multipartai. Namun perkembangan partai-partai tidak
dapat berlangsung lama karena koalisi yang dibangun sangat rapuh dan
gampang pecah, sehingga mengakibatkan tidak stabilnya pemerintahan pada
saat itu.
b. Periode
Berlakunya Demokrasi Terpimpin (1959—1965)
Setelah keluarnya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali,
dan berakhirnya pelaksanaan demokrasi liberal. Kemacetan politik yang
terjadi pada masa itu dapat diselesaikan dengan menggunakan demokrasi
terpimpin, di mana dominasikepemimpinan yang kuat akan dapat mengendalikan
kekuatan politik yang ada pada saat itu.Keadaan pada masa demokrasi
terpimpin diwarnai oleh tank menarik tiga kekuatan politik yang paling
utama, yaitu Soekarno, Angkatan Darat dan PKI.
Soekarno membutuhkan PKI untuk menandingi kekuatan Angkatan Darat yang
beralih fungsi sebagai kekuatan politik, sedangkan PKI memerlukan
Soekarno untuk mendapatkan perlindungan presiden dalam melawan Angkatan
Darat. Angkatan darat sendiri membutuhkan Soekarno untuk mendapatkan
legitimasi agar dapat terjun ke arena politik Indonesia. Adanya
tank ulur dalam kehidupan politik saat itu, memunculkan masalah-masalah
besar yang menyimpang dari kehidupan demokrasi yang berdasarkan UUD
1945, yaitu:
1) Presiden
diangkat sebagai presiden seumur hidup berdasarkan ketetapan MPRS
No.lI1/1963.
2) Adanya
perangkapan jabatan oleh beberapa orang, di mana seorang anggota kabinet
dapat juga sekaligus menjadi anggota MPRS.
3) Keanggotaan
MPRS dan lembaga negara lain tidak melalui proses demokrasi yang
baik, karena dilakukan dengan cara menunjuk seseorang untuk menjadi
anggota lembaga negara tertentu.
4) Pelaksanaan
demokrasi terpimpin cenderung berpusat pada kekuasaan presiden
yang melebihi apa yang ditentukan oleh UUD 1945, yaitu dengan keluarnya
produk hukum yang setingkat undangundang dalam bentuk penetapan presiden
(Penpres). Misalnya Penpres No.2/1959 tentang pembentukan MPRS, Penpres
No.3/1959 tentang DPAS dan Penpres No.3/1960 tentang DPRGR.
5) DPR basil
Pemilu 1955 dibubarkan oleh Presiden karena RAPB yang diajukan
pemerintah tidak
disetujui DPR, dan dibentuklah DPRGR tanpa melalui pemilu.
6) Terjadinya
penyelewengan terhadap ideologi Pancasila dan UUD 1945, dengan
berlakunya ajaran
Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunis).
7) Terjadinya
Pembrontakan Gerakan 30 September PKI (G 30 S/PKI) yang mengajarkan
ideologi komunis. Peristiwa Gerakan 30 September PKI dapat ditumpas dan
dibubarkan beserta dengan antek-anteknya, bahkan PKI menjadi organisasi
terlarang. Hancurnya PKI, menandai berakhirnya sistem demokrasi tepimpin dan
munculnya Orde Baru yang ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen.
c. Periode
Berlakunya Demokrasi Pancasila (1965—1998)
Gerakan
pembrontakan yang dilakukan oleh PKI merupakan puncak penyimpangan yang
terjadi pada masa berlakunya demokrasi :erpimpin. Tetapi hal ini menjadi
titik tolak bagi pengemban Surat Perintah 11 Maret, yaitu Soeharto untuk
menuju puncak kepemimpinan nasional dengan dikeluarkannya ketetapan MPRS
No.XXXIII/MPRS/1967 tanggal 12Maret 1967 tentang Pengangkatan Soeharto
menjadi Presiden Negara Republik Indonesia.
Pada masa orde baru
berlaku sistem demokrasi pancasila. Dikatakan demokrasi pancasila karena
sistem demokrasi yang diterapkan didasarkan pada Pancasila, yang intinya
adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakiln yang dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan
menjiwai sila kelima. Pengertian demokrasi pancasila tersebut sesuai
dengan Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1968 tentang Pedoman Pelaksanaan
Demokrasi Pancasila, di mana dalam ketetapan tersebut disebutkan istilah
Demokrasi Pancasiia adalah sama dengan sila keempat dari Pancasila. Ada
beberapa fungsi Demokrasi Pancasila, yaitu:
1) menjamin adanya
keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara;
2) menjamin tetap
tegaknya negara Proklamasi 17 Agustus 1945;
3) menjamin tetap
tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia;
4) menjamin tetap
tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila;
5) menjamin adanya
hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara lembaga-lembaga
negara;
6) menjamin adanya
pemerintahan yang bertanggung jawab Prinsip atau asas pelaksanaan
Demokrasi Pancasila
menurut pemerintahan orde baru ada tiga, yaitu:
1) menjunjung
tinggi hak asasi manusia dan martabat manusia;
2) kekeluargaan dan
gotong royong;
3) musyawarah
mufakat. Namun, demokrasi pancasila dalam era Orde Baru hanya sebatas
keinginan yang
belum pernah terwujud. Karena gagasan yang baik tu baru sampai taraf
wacana belum diterapkan. Praktik kenegaraan dan pemerintahan pada rezim ini
tidak memberikan ruang bagi kehidupan berdemokrasi. M. Rusli mengungkapkan
ciri-ciri rezim orde haru sebagai berikut.
1) Adanya
dominasi peranan ABRI dengan adanya Dwi Fungsi ABRI pada saat itu, yaitu
disamping sebagai kekuatan pertahanan keamanan ABRI juga mempunyai
peranan dalam bidang politik. Hal ini dapat dilihat dengan jatah kursi yang
diberikan ABRI dalam MPR;
2) Adanya birokrasi
dan sentralisasi dalam pengambilan keputusan politik;
3) Adanya
pembatasan terhadap peran dan fungsi partai dalam pengambilan keputusan
politik;
4) Adanya campur
tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik;
5) Adanya massa
mengambang
6) Adanya
monolitisasi ideologi negara; yaitu negara tidak membiarkan berkembangnya
ideologi-ideologi lain;
7) Adanya
inkorporasi; yaitu lembaga-lembaga non pemerintah diharapkan menyatu
dengan pemerintah, padahal seharusnya sebagai alat kontrol bagi
pemerintah. Kepemimpinan pada masa Orde Baru bertumpu pada Soeharto sebagai
presiden, ABRI, Golkar, dan birokrasi. Pengambilan kebijakan bidang
ekonomi lebih ditonjolkan tetapi ruang kebebasan lebih dipersempit, sehingga
pada pemerintahan orde baru nyaris tanpa kontrol masyarakat. Hal ini
mengakibatkan kemajuan ekonomi digerogoti oleh korupsi,
nepotisme, dan
kolusi.
d. Periode
Berlakunya Demokrasi dalam Era Reformasi (1998-
Sekarang)
Runtuhnya Orde Baru
ditandai dengan adanya krisis kepercayaan yang direspon oleh kelompok
penekan (pressure group) dengan mengadakan berbagai macam
demonstrasi yang dipelopori oleh mahasiswa, pelajar, LSM, politisi,
maupun masyarakat.Runtuhnya kekuasaan rezim orde baru telah memberikan
harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Masa peralihan
demokrasi ini merupakan masa yang sangat rumit dan kritis karena pada
masa ini akan ditentukan kearah mana demokrasi akan dibangun.
Keberhasilan dan kegagalan suatu transisi demokrasi sangat bergantung
pada empat
faktor, yaitu:
1) komposisi elite
polit
2) desain institusi
politik
3) kultur politik
atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non elite
politik
4) peran masyarakat
madani.
Keempat faktor
tersebut harus berjalan sinergis sebagai modal untuk mengkonsolidasikan
demokrasi. Sedangkan Azyumardi Azra menyatakan langkah
yang harus dilakukan dalam transisi Indonesia menuju demokrasi sekurang-kurangnya
mencakup reformasi dalam tiga bidang besar, yaitu:
1) reformasi
konstitusional (constitutional reform) yang menyangkut perumusan
kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal sistem politik.
2) reformasi
kelembagaan (institutional reform and empowerment), yang
menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga politik;
3) pengembangan
kultur atau budaya politik (political culture) yang lebih
demokratis.Sedangkan dinamika demokrasi pada masa reformasi dapat dilihat berdasarkan
aktifitas kenegaraan sebagai berikut.
1) Dikeluarkanya
Undang-Undang No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik, memberikan ruang
dan gerak lebih luas untuk mendirikan partai politik yang memungkinkan
berkembangnya multipartai. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang No.
31 Tabun 2002 Pasal 2 ayat 1 yang menyatakan “partai politik didirikan
dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50 orang warga negara Indonesia
yang telah berusia 21 tahun dengan akta notaris”.
2) Undang-Undang No.12
tahun 2003 tentang Pemilu memberikan kebebasan kepada warga negara untuk
menggunakan hak pilihnya secara langsung untuk memilih anggota DPR, DPRD
provinsi, DPRD kabupaten/kota maupun DPD. Bahkan pemilihan presiden dan
wakilnya juga dilaksanakan secara langsung.
3) Upaya untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN, berwibawa dan bertanggung
jawab dibuktikan dengan keluarnya ketetapan MPR No.IX/MPR/1998 dan
ditindak lanjuti dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang
pembentukan Komisi
Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan sebagainya.
4) Lembaga
legislatif dan organisasi sosial politik sudah mempunyai keberanian untuk
melakukan fungsi kontrol terhadap ekskutif, sehingga terjadi check
and balance.
5) Lembaga
tertinngi negara MPR berani mengambil langkah-langkah politik dengan
adanya sidang tahunan dan menuntut kepada pemerintah dan lembaga negara
lain untuk menyampaikan laporan kemajuan (progress report).
6) Adanya kebebasan
media massa tanpa ada rasa takut untuk dicabut surat ijin penerbitannya.
7) Adanya
pembatasan masa jabatan presiden, yaitu jabatan presiden paling lama
adalah 2 periode masa kepemimpinan.
|